Harvey Moeis Bantah Nikmati Uang Korupsi Rp300 Triliun
TAJAM.NET - Terdakwa dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah, Harvey Moeis, membantah keras tuduhan bahwa dirinya maupun pihak terkait lainnya menikmati uang hasil korupsi sebesar Rp300 triliun. Ia menyampaikan klarifikasinya saat membacakan nota pembelaan (pleidoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (17/12/2024).
"Angka itu 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kita mungkin, jadi saya mohon izin klarifikasi kepada masyarakat Indonesia bahwa kami tidak pernah menikmati uang sebesar itu," kata Harvey.
Harvey menyoroti ketidakakuratan dalam perhitungan kerugian negara yang dilakukan ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Ia menyebutkan bahwa ahli tersebut tidak profesional selama persidangan.
Menurut Harvey, sikap tidak profesional itu tampak dari ketidakpedulian ahli terhadap kondisi penambangan liar di Bangka Belitung serta ketidakmauan menjawab pertanyaan dari penasihat hukum, masyarakat, hingga majelis hakim. Ia juga menyesalkan penolakan terhadap permintaan agar hasil perhitungan kerugian negara ditinjau ulang.
"Sungguh sangat tidak etis untuk seorang ahli profesor," ujar Harvey.
Ia menyatakan kebingungannya terhadap angka kerugian negara sebesar Rp300 triliun yang disebutkan dalam kasus tersebut. Harvey bahkan menilai bahwa perhitungan tersebut telah membuat auditor, jaksa, dan masyarakat Indonesia menjadi korban "prank" dari ahli terkait.
"Saya yakin majelis hakim tidak akan bisa di-prank oleh ahli," imbuhnya.
Dalam kasus yang melibatkan dugaan kerugian negara dari pengelolaan tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022, Harvey Moeis dituntut 12 tahun penjara. Selain itu, ia juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar, subsider pidana kurungan 1 tahun, serta uang pengganti senilai Rp210 miliar dengan ketentuan subsider pidana penjara 6 tahun jika tidak dibayar.
Selain Harvey, Suparta, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), dituntut 14 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan, serta uang pengganti Rp4,57 triliun subsider pidana penjara 8 tahun.
Sementara itu, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah, dijatuhi tuntutan 8 tahun penjara dengan denda Rp750 juta subsider kurungan 6 bulan.
Dalam kasus ini, kerugian negara disebut mencapai Rp300 triliun, meliputi:
- Kerugian operasional: Rp2,28 triliun dari aktivitas kerja sama sewa peralatan pengolahan logam dengan smelter swasta.
- Kerugian pembayaran biji timah: Rp26,65 triliun atas pembayaran kepada mitra tambang PT Timah.
- Kerugian lingkungan: Rp271,07 triliun.
Harvey didakwa menerima aliran dana Rp420 miliar bersama Helena Lim, Manajer PT Quantum Skyline Exchange (QSE). Sementara Suparta diduga menerima dana Rp4,57 triliun.
Meski Reza tidak menerima aliran dana, ia didakwa karena dianggap mengetahui dan menyetujui perbuatan korupsi tersebut.
Melalui pleidoinya, Harvey kembali menegaskan bahwa dirinya, keluarga, maupun pihak lainnya tidak pernah memiliki atau menikmati uang korupsi dalam jumlah fantastis seperti yang disebutkan. Ia berharap klarifikasinya dapat menjadi pertimbangan bagi majelis hakim dalam mengambil keputusan yang adil.
Kasus ini menjadi salah satu sorotan besar terkait kerugian negara yang sangat besar akibat dugaan korupsi di sektor pertambangan timah. Keputusan hakim atas perkara ini dinantikan oleh publik sebagai bentuk keadilan atas kasus yang telah menyeret banyak pihak.