Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu (tengah) di sela pelatihan manajemen risiko BPR di Denpasar, Bali, Selasa (19/11/2024). (Dok. ANTARA) |
TAJAM.NET – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali terus memperkuat manajemen risiko Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di wilayahnya guna menghadapi tantangan era digitalisasi. Langkah ini diambil agar BPR mampu mengidentifikasi, memitigasi, dan mengendalikan berbagai risiko yang timbul dari aktivitas bisnis, termasuk yang berbasis teknologi digital.
“Manajemen risiko BPR merupakan aspek yang krusial,” ujar Kepala OJK Provinsi Bali, Kristrianti Puji Rahayu, saat ditemui di Denpasar, Selasa (19/11/2024).
Pelatihan RSCA untuk Perkuat BPR
Sebagai upaya peningkatan kompetensi, OJK Bali bekerja sama dengan institusi internasional asal Jerman dan Dewan Pimpinan Daerah Perhimpunan BPR Indonesia (DPD Perbarindo) Bali. Kerja sama ini diwujudkan melalui pelatihan Self-Risk Control Assessment (RSCA) yang bertujuan membantu BPR menilai dan memperbaiki pengendalian risiko mereka.
Kristrianti menekankan pentingnya adaptasi teknologi untuk meningkatkan efisiensi layanan kepada nasabah. Menurutnya, penerapan manajemen risiko yang tepat akan membantu BPR mengenali kekuatan dan kelemahan operasionalnya sehingga mampu mengambil langkah perbaikan yang diperlukan.
“Penerapan manajemen risiko yang efektif akan memastikan BPR dapat mengidentifikasi, mengukur, memantau, dan mengendalikan risiko yang muncul dari setiap aktivitas bisnis,” jelas Kristrianti.
Ketua DPD Perbarindo Bali, I Ketut Komplit, menyampaikan bahwa tantangan utama yang dihadapi BPR saat ini adalah digitalisasi teknologi informasi. Ia berharap pelatihan ini dapat meningkatkan kemampuan manajemen risiko dan mendukung pertumbuhan BPR di masa mendatang.
“BPR di wilayah Bali mengalami tantangan dari sisi digitalisasi teknologi informasi dalam penerapan manajemen risiko, sehingga melalui pelatihan ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas manajemen risiko dan pertumbuhan masa mendatang,” katanya.
Kinerja BPR di Bali menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Berdasarkan data OJK, rasio kecukupan modal (CAR) BPR per Agustus 2024 tercatat sebesar 35,26 persen, meningkat dari 31,56 persen pada periode yang sama tahun sebelumnya. Risiko likuiditas juga terkendali dengan rasio mencapai 14,77 persen, jauh di atas ambang batas minimal 5 persen.
Sementara itu, realisasi kredit di Bali per Agustus 2024 mencapai Rp110,17 triliun, naik dari Rp102 triliun pada periode yang sama tahun 2023. Total Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan di Bali juga meningkat 16,19 persen, dari Rp161,56 triliun pada 2023 menjadi Rp187,72 triliun pada 2024.