Jokowi (Dok. Ist) |
Tajam.net - Saat ini, belum ada kepastian mengenai rencana perpanjangan restrukturisasi kredit yang terdampak Covid-19.
Seperti yang diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengusulkan agar program ini diperpanjang hingga 2025 setelah Sidang Kabinet pada 24 Juni 2024.
Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa program tersebut sudah berakhir pada 31 Maret 2024.
OJK juga menyatakan bahwa bank-bank di Indonesia memiliki pencadangan yang cukup.
Pada hari Jumat lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa restrukturisasi akan diperpanjang untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR). Ia menambahkan bahwa pelaksanaannya akan diserahkan kepada masing-masing bank.
Data menunjukkan bahwa industri perbankan mencatat laba sebesar Rp 61,87 triliun, dengan kenaikan hanya 2,02% dibandingkan tahun sebelumnya.
Trioksa Siahaan, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), mengungkapkan bahwa program restrukturisasi kredit Covid-19 sangat berhasil dalam menjaga kinerja bank selama pandemi.
Namun, setelah program dihentikan, kinerja bank mengalami tekanan.
Ia berharap perpanjangan program ini dapat membantu perbankan, terutama dalam menjaga rasio kredit bermasalah (NPL) yang mulai meningkat.
Dari Maret hingga Mei 2024, NPL gross meningkat dari 2,25% menjadi 2,34%, dengan NPL sektor UMKM mencapai 4,27%.
Tingginya NPL dapat mempengaruhi pertumbuhan kredit di sektor UMKM, yang hanya tumbuh sebesar 7,30% pada April 2024, jauh lebih rendah dibandingkan kredit korporasi dan konsumsi.
Beberapa bank bahkan berencana untuk membatasi penyaluran KUR, yang menjadi perhatian OJK.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyebutkan bahwa evaluasi terus dilakukan untuk memastikan efektivitas program dalam mendukung keberlangsungan UMKM.
Bank-bank memiliki pendapat yang beragam tentang usulan perpanjangan ini. Beberapa bankir mendukung kebijakan tersebut untuk membantu pembiayaan UMKM.
Namun, ada juga kekhawatiran tentang potensi moral hazard, di mana debitur mungkin tidak berusaha memperbaiki kondisi keuangan mereka.
Direktur Utama Bank Mandiri, Darmawan Junaidi, menyatakan bahwa perpanjangan ini baik untuk mendukung UKM, meski permintaan untuk relaksasi kredit tidak banyak.
Direktur Kredit Bank Danamon, Dadi Budiana, menyebutkan bahwa tidak ada lagi debitur yang membutuhkan bantuan di bank mereka.
Namun, Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar, mengatakan bahwa tanpa kebijakan perpanjangan, mereka akan tetap melakukan relaksasi.
"Ini mungkin saya rasa restru tetap jalan. Ngga perlu seperti pakai kebijakan relaksasi covid, kalau punya prospek kita pasti akan lakukan relaksasi," ujarnya saat rapat dengan Komisi VI di gendung DPR RI di Jakarta, Senin (8/7).
Di sisi lain, Direktur Bank Oke Indonesia, Efdinal Alamsyah, menekankan perlunya pertimbangan matang sebelum pemerintah memperpanjang restrukturisasi.
Ia khawatir bahwa perpanjangan yang terlalu lama bisa menciptakan ketergantungan dan menunda masalah, serta dapat membebani bank.
"Alih-alih menyelesaikan masalah, restrukturisasi kredit yang berkepanjangan bisa hanya menunda masalah. Jika debitur tidak mampu memulihkan bisnis mereka, kredit macet bisa meningkat setelah masa restrukturisasi berakhir," jelasnya.